Maluku Utara: Antara Ambisi Pertumbuhan dan Keadilan Sosial
![]() |
Ilustrasi |
Tinta Kampung.info- Dengan berakhirnya pemilihan Gubernur Maluku Utara tahun 2024, babak baru bagi provinsi ini pun dimulai. Gubernur yang nanti dilantik setelah putusan Mahkama Konstitusi dihadapkan pada komitmen untuk membawa Maluku Utara menuju kemajuan, sekaligus tantangan besar yang harus diatasi. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, terdapat masalah ketimpangan dan keberlanjutan yang mendesak untuk ditangani.
Maluku Utara telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang spektakuler pada tahun 2023 dengan angka PDRB mencapai 23,89 persen, jauh melampaui rata-rata nasional. Namun, di balik angka gemilang ini, terdapat ketimpangan yang semakin tajam. Dominasi sektor tambang dan pengolahan nikel tidak hanya menciptakan jurang ekonomi tetapi juga meninggalkan jejak sosial dan lingkungan yang sulit diabaikan.
Meski pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara tetap kuat pada kisaran 16-20 persen di tahun ini, data menunjukkan kesejahteraan masyarakat tidak berjalan seiring. Tingkat kemiskinan Maluku Utara meningkat dari 6,23 persen pada 2022 menjadi 6,46 persen pada 2023. Ketimpangan pendapatan juga melebar, dengan rasio gini naik dari 0,279 pada 2022 menjadi 0,300 pada 2023, jauh dari target 0,285. Indikator lain seperti Indeks Ketahanan Pangan dan Nilai Tukar Petani juga menunjukkan tekanan yang signifikan akibat inflasi dan rendahnya daya dukung sektor tradisional.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Selain ketimpangan ekonomi, eksploitasi sumber daya tambang juga membawa dampak besar terhadap lingkungan dan sumber-sumber penghidupan rakyat. Di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, pencemaran Daerah Aliran Sungai Sagea dan Ake Sangaji juga pesisir moronopo menjadi salah satu contoh nyata. Air yang keruh kecokelatan akibat aktivitas tambang tidak hanya merusak sumber daya air tetapi juga mengancam penghidupan warga. Selain itu, hilangnya hutan akibat pertambangan merusak ekosistem yang menjadi penopang kehidupan masyarakat lokal.
Masyarakat adat O’Hongana Manyawa, salah satu kelompok masyarakat pedalaman yang masih mempertahankan hidup dari berburu, juga menghadapi tekanan besar akibat ekspansi tambang. Lahan adat mereka tergerus, sementara perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat masih minim. Janji-janji perusahaan tambang untuk menjaga keberlanjutan dan inklusivitas sering kali tidak sejalan dengan kenyataan sebenarnya di lapangan. Kejadian seperti pencemaran di Goa Bokimoruru dan Ake Sangaji atau konflik dengan komunitas adat adalah contoh nyata dari dampak negatif ini.
Rekomendasi untuk Gubernur Maluku Utara yang Baru
Gubernur yang akan dilantik, Anda memegang peranan penting dalam menentukan arah pembangunan Maluku Utara. Berikut adalah beberapa rekomendasi untuk menciptakan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan:
Pertama, diversifikasi Ekonomi: Dorong pengembangan sektor nontambang seperti perikanan, pertanian, perkebunan, dan pariwisata. Agar memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat lokal. Selain itu, fokus pada hilirisasi hasil bumi seperti kelapa, pala, cengkeh dan hasil perikanan dapat membuka pasar baru.
Kedua, Penguatan Regulasi Lingkungan: Tegakkan kebijakan perlindungan lingkungan untuk mengurangi dampak negatif dari aktivitas tambang. Kawasan Daerah Aliran Sungai Ake Sangaji di Halmahera Timur dan Sungai Sagea serta Goa Bokimoruru di Halteng perlu ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi. Penetapan kawasan bentang alam karst sebagai wilayah yang tidak boleh dieksploitasi harus menjadi prioritas.
Ketiga, Perlindungan Masyarakat Adat: Percepat pengesahan regulasi yang melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk pembentukan zona bebas tambang di wilayah adat O’Hongana Manyawa. Libatkan masyarakat adat dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak pada mereka. Pendidikan dan pelatihan berbasis kearifan lokal juga perlu diintegrasikan untuk memastikan keberlanjutan budaya kita.
Keempat, Pengawasan dan Transparansi: Tingkatkan pengawasan terhadap perusahaan tambang untuk memastikan mereka memenuhi standar lingkungan dan sosial yang ketat. Publikasikan laporan tahunan yang transparan tentang dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari industri tambang. Pengawasan ini juga harus melibatkan masyarakat dan organisasi lingkungan yang independen untuk menjamin akuntabilitas.
Kelima Moratorium Izin Tambang: Lakukan moratorium terhadap izin-izin usaha pertambangan baru. Hal ini bertujuan untuk melindungi wilayah-wilayah yang memiliki sumber daya penting seperti air bersih dan hutan yang menjadi penopang kehidupan masyarakat. Peninjauan ulang terhadap izin yang telah ada juga diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan keselamatan warga.
Masa Depan yang Berkelanjutan
Ambisi Maluku Utara untuk menjadi pemain penting dalam industri nikel global harus diimbangi dengan upaya membangun ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Standar lingkungan yang tinggi dan perlindungan hak-hak masyarakat lokal adalah kunci untuk memastikan bahwa eksploitasi sumber daya tidak mengorbankan masa depan Maluku Utara.
Maluku Utara memiliki peluang besar untuk menjadi model pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan kepemimpinan yang visioner dan berkomitmen pada keadilan sosial Gubernur baru, dapat membawa provinsi ini menuju masa depan yang lebih cerah dan merata. Tantangan besar menanti, namun dengan langkah yang tepat, masa depan yang lebih baik bukanlah hal yang mustahil. Masyarakat Maluku Utara berharap gubernur baru dapat menjadi pemimpin yang menghadirkan perubahan nyata dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi membawa manfaat bagi semua lapisan masyarakat.
*Tulisan ini juga dimuat di halaman wordpress Baca(rita). Jika teman-teman ingin membaca tulisan-tulisan dari Bang Said, segera kunjungi saidmarsaoly.wordpress.com
Post a Comment