Inspirasi Khomeini

Penulis: Mohammad Haekal

Ilustrasi

Tinta Kampung.info- Sebagai generasi muda, kami benar-benar tersesat. Kami hidup di zaman yang dipenuhi oleh hasrat materi dan egoisme. Kami tak tahu apa tujuan hidup ini, apalagi bagaimana menjadi manusia yang sejati. Ekspansi budaya ekonomi Barat yang berlandaskan kapitalisme telah merasuk hingga ke dalam rumah-rumah kami. Akibatnya, kami kehilangan tempat berpulang, kehilangan jati diri, kehilangan cinta, dan kasih sayang.


Banyak keluarga kehilangan kehangatan rumah tangga karena tatanan sosial yang kian buruk. Tak ada sosok yang bisa dijadikan teladan dan panutan, sebab hampir semua orang hidup dalam kepalsuan dan hanya mementingkan kepentingan sendiri. Kita semua terjebak dalam kegelapan modernisme—dipaksa untuk saling memeras, saling menindas. Tak sedikit dari kita yang merasa bahwa mengakhiri hidup lebih baik daripada menjalaninya, karena kehidupan terasa begitu perih dan menyakitkan. Dunia tak benar-benar peduli pada kita. Hati kita menjadi lemah, rapuh, dan mudah hancur.


Kita adalah generasi yang terperangkap dalam permainan elit politik global. Namun hanya sedikit yang menyadari kenyataan ini—hingga akhirnya Tuhan mengirim Ruhullah Khomeini.

Foto M Haekal berlatar Imam Khomeini

Dengan kelembutan tangannya, ia membangunkan generasi ini dari tidur panjang kehampaan. Ia menggenggam tangan mereka, menuntun mereka keluar dari kabut tebal kepalsuan dunia, dan menyadarkan mereka akan makna sejati menjadi manusia. Hati yang dulu gersang kini kembali bersemi. Tala‘a al-Badru ‘alaynā—cahaya itu kini bersinar kembali, menyinari dunia yang gelap. Angin segar spiritual kembali berhembus, membawa kehidupan baru bagi jiwa-jiwa yang haus akan makna.


Dalam suratnya kepada Mikhail Gorbachev, pemimpin Uni Soviet saat itu, Khomeini tidak membahas diplomasi atau kerja sama politik seperti kebanyakan pemimpin dunia. Ia justru menyarankan mereka untuk mempelajari tasawuf—menggemparkan dunia dengan ajakan yang tak biasa. Ia meminta mereka membaca karya-karya Ibn Arabi, Rumi, dan Mulla Sadra, sebab ia tahu bahwa musuh utama manusia bukan hanya sistem sosial yang tidak adil, tetapi juga hawa nafsu dan ego yang bersembunyi dalam diri mereka sendiri.


Ketika utusan Soviet menjawab bahwa mereka hanya tertarik pada kerja sama ekonomi, Khomeini berdiri dan meninggalkan forum itu. Sebelum pergi, ia berpesan:

"Katakan kepada Gorbachev, saya ingin menunjukkan kepadanya suatu ufuk yang tak terbatas."

Diberdayakan oleh Blogger.